Senin, 20 Juli 2009

Teknik Pengamatan Hama dan Analisis Kerusakan

TEKNIK PENGAMATAN HAMA DAN ANALISIS KERUSAKAN


PENDAHULUAN
Tujuan
1.Mengetahui teknik pengamatan populasi hama dan kerusakanya.
2.Mengetahui metode pelaporan hama dan pengambilan keputusan tindakan pengendalian.

Latar Belakang
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska. Sedangkan penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman, disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, viroid, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi. Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak heran kalau pada musim hujan dunia pertanian banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman sperti penyakit kresek dan blas pada padi, antraknosa cabai dan sebagainya. Sementara pada musim kemarau banyak masalah hama penggerek batang padi, hama belalang kembara, serta thrips pada cabai (Wiyono, 2007).


Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan inventarisasi tentang jenis-jenis hama dan tingkat serangan hama terhadap tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan rakyat di suatu daerah/kecamatan, inventarisasi tentang cara-cara pengendalian hama yang dilakukan petani di suatu daerah/kecamatan, dan mengidentifikasi masalah atau kendala utama yang dihadapi petani dalam menanggulangi masalah hama.
Daerah yang digunakan sebagai lokasi pengamatan serta wawancara masalah inventarisasi masalah hama adalah Desa Kalitirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah ini memiliki luas lahan sekitar 5666,40 Ha yang terdiri dari lahan sawah, lahan perkebunan, lahan hortikultura, lahan pekarangan, lahan tegalan, perumahan penduduk, dan lain-lain. Luas lahan sawah adalah 1923,23 ha, lahan teegalan adalah 393,50 ha, dan pekarangan adalah 2221,27 ha. Sedangkan sisanya adalah peruamahan penduduk dan lain sebagainya.

Tinjauan Pustaka
Hama seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan foroperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh hama kutu kebul (Bemisia tabaci) mempunyai suhu optimum 32,5ยบ C untuk pertumbuhan populasinya (Bonaro et. al., 2007).
Adapun pengendalian hama secara umum pada berbagai komoditas tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya (Heagle et al., 2002) :
A.Cara Sanitasi
Yaitu dengan menjaga kebersihan tanah di sekitar tanaman. Semua sisa tanaman, baik yang berupa seresah atau daun-daunan maupun kotoran lain di sekitar tempat pertanaman harus dibersihkan misalnya dengan dipendam dalam lubang.
B.Cara Mekanis
Yaitu mengendalikan hama secara langsung. Misalnya, bila melihat gejala kerusakan langsung dicari hamanya dengan memasang perangkap untuk tupai, bisa juga dengan pengasapan untuk belalang.

c.Cara Kimiawi
Yaitu dengan penggunaan pestisida namun harus dengan hati-hati karena dapat menimbulkan kerugian yang tidak diinginkan misalnya, keracunan bagi si pemakai, terjadi resistensi (kekebalan) pada hama sasaran, terbunuhnya resurgensi yaitu terbunuhnya musuh alami dari hama sasaran.
d.Cara Kultur Teknis
Merupakan salah satu cara pengendalian hama tanaman secara baik dan benar. Misalnya pemupukan, penyiangan, penggunaan bibit unggul, dan pengaturan jarak tanam. Dengan pemiliharaan yang baik tanaman akan tumbuh subur, dan sehat sehingga tidak mudah terserang hama.
e.Cara Biologis / Hayati
Pengendalian dengan menggunakan agensia hayati / musuh alami dari hama sasaran. Misalnya penggunaan parasit untuk mematikan hama.
f.Cara Genetik
Pengendalian dengan membiakkan dan melepaskan serangga yang mandul atau inkompatibel secara genetik. Pelepasan serangga mandul ini diharapkan populasi hama tersebut akan menurun sampai ketingkat yang tidak merugikan petani.
g.Cara Karantina
Setiap Negara mempunyai dinas karantina yang biasanya ditempatkan di pelabuhan udara atau laut. Dinas ini bertugas menjaga agar tidak ada hama baru yang masuk ke suatu Negara. Bila bahan pangan atau tanaman lain mengandung hama maka harus dihancurkan atau difumigasi dengan pestisida tertentu, jadi harus di sucikan hamanya sebelum bahan tersebut sampai pada masyarakat.
Hama merusak tanaman dengan cara memakan, bertelur, berlindung, ataupun bersarang. Populasi hama merupakan kumpulan individu yang sejenis yang berada di suatu tempat dalam kurun waktu tertentu. Hama akan menjadi masalah jika keberadan populasi hama melebihi amabng ekonomi. (Wagiman, 2003).
Besar kecilnya pengaruh kerusakan tanaman dan kehilangan hasil akibat serangan hama ditentukan beberapa faktor: a) tinggi rendahnya populasi hama yang hadir di pertanaman, b) bagian tanaman yang dirusak, c) tanggap tanaman terhadap serangan hama, dan d) fase pertumbuhan tanaman/umur tanaman (Marwoto, 2007).
Pengamatan populasi hama secara garis besar dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu (1) pengamatan populasi mutlak, (2) pengamatan populasi relatif dan (3) pengamatan indeks populasi. Masing-masing cara tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri sehingga perlu ditentukan cara mana yang dipilih untuk memberikan keefektifanyang paling besar (Harjaka dan Sudjono, 2005).
Sampling atau pencuplikan adalah langkah yang sangat penting untuk menetapkan jumlah serangga. Data yang diperoleh dari sampling dipergunakan untuk menetapkan apakah aras populasi cukup tinggi untuk membenarkan diadakannya pengendalian. Beberapa metode dipergunakan untuk mengadakan sampling spesies serangga yang berbeda yang menyerang padi. Salah satu cara adalah perhitungan visual. Teknik sampling yang umum ini tidak memerlukan keahlian atau peralatan apapun dan telah dipakai secara luas untuk meramalkan populasi wereng. Pemantauan yang konstan adalah esensial dalam pengendalian hama, karena populasi hama akan mengalami fluktuasi dengan perubahan lingkungan (Triharso, 2004).


DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman. 2006. PHT Padi di Asia. (www.knowledgebank.irri.org). Diakses tanggal 1 Juni 2008.

Bonaro, O., A Lurette,, C Vidal, J Fargues. 2007. Modelling temperature-dependent bionomics of Bemisia tabaci (Q-biotype) Physiological Entomology. 32 : 50-55.

Harjaka, T., dan S. Sudjono. 2005. Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Heagle, A.S. J. C. Burns, D. S. Fisher, And J. E. Miller. 2002. Effects of carbon dioxide enrichment on leaf chemistry and reproduction by twospotted spider mites (Acari: Tetranychidae) on white clover. Environ. Entomol. 31: 594-601.

Marwoto. 2007. Dukungan pengendalian hama terpadu dalam program bangkit kedelai. IPTEK Tanaman Pangan. 2 : 79-92.

Matnawy, H. 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.

Suyamto. 2007. Masalah Lapang Padi. Puslitbangtan, Bogor.

Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Untung K, Harsono Lanya, dan Yadi Rusyadi (penterjemah). 1995. Permasalahan Lapangantentang Padi di Daerah Tropika. International Rice Research Institute, DAPO Box 7777, MetroManila, Filipina.

Wagiman, F.X. 2003. Hama Tanaman : Cemiri Morfologi, Biologi dan Gejala Serangan. Jurusan Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogayakarta.

Wiyono, Suryo. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman. IPB, Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar