Sabtu, 02 Mei 2009

Budidaya Tanaman Sambiloto

BUDIDAYA TANAMAN SAMBILOTO

M. Yusron, M. Januwati dan E. Rini Pribadi

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika
Jl. Tentara Pelajar No. 3
Telp. (0251) 321879, Fax. (0251) 327010
E-mail : balittro@telkom.net.
Homepage : http://www.balittro.go.id

PENDAHULUAN
Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) ex Nees banyak
dijumpai hampir di seluruh kepulauan nusantara. Secara taksonomi
sambiloto diklasifikasikan kedalam divisi Spermathophyta, subdivisi
Angiospermae, kelas Dycotyledonae, subkelas Gamopetalae, Ordo
Personales, famili Acanthaceae, subfamili Acanthoidae dan genus
Andrographis. Sambiloto dikenal dengan beberapa nama daerah,
seperti ki oray atau ki peurat (Jawa Barat), bidara, takilo, sambiloto
(Jawa Tengah dan Jawa Timur), atau pepaitan atau ampadu
(Sumatera).
Sambiloto tergolong tanaman terna (perdu) yang tumbuh di
berbagai habitat, seperti pinggiran sawah, kebun, atau hutan.
Sambiloto memiliki batang berkayu berbentuk bulat dan segi empat
serta memiliki banyak cabang (monopodial). Daun tunggal saling
berhadapan, berbentuk pedang (lanset) dengan tepi rata (integer) dan
permukaannya halus, berwarna hijau. Bunganya berwarna putih
keunguan, bunga berbentuk jorong (bulan panjang) dengan pangkal
dan ujung lancip. Di India bunga dan buah bisa dijumpai pada bulan
Oktober atau antara Maret sampai Juli. Di Australia bunga dan buah
antara bulan Nopember sampai Juni, sedang di Indonesia bunga dan
buah dan ditemukan sepanjang tahun.
Komponen utama sambiloto adalah andrographolide yang
berguna sebagai bahan obat. Disamping itu, daun sambiloto
mengandung saponin, falvonoid, alkaloid dan tanin. Kandungan kimia
lain yang terdapat pada daun dan batang adalah laktone, panikulin,
kalmegin dan hablur kuning yang memiliki rasa pahit. Secara
tradisional sambiloto telah dipergunakan untuk pengobatan akibat
gigitan ular atau serangga, demam, dan disentri, rematik, tuberculosis,
infeksi pencernaan, dan lain-lain. Sambiloto juga dimanfaatkan untuk
antimikroba/antibakteri, antihyper-glikemik, anti sesak napas dan
untuk memperbaiki fungsi hati.
Mengingat kandungan dan fungsi tanaman tersebut, saat ini
sambiloto banyak diteliti untuk dikembangkan sebagai bahan baku
obat modern, diantaranya pemanfaatan sambiloto sebagai obat HIV
dan kanker.

PERSYARATAN TUMBUH
Pertumbuhan dan produksi tanaman dalam suatu ekosistem
pertanian tergantung pada interaksi antara sistem biologis dan
lingkungan fisik dimana tanaman itu tumbuh. Faktor-faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman antara lain iklim meliputi cahaya, curah hujan, suhu udara,
lingkungan atmosfer (CO2, O2, kelembaban) dan lingkungan perakaran
(fisik, kimia, air). Oleh karena itu apabila kondisi lingkungan tersebut
kurang sesuai bagi pertumbuhan tanaman perlu dilakukan modifikasi
sehingga dicapai suatu tingkat toleransi yang diinginkan.

Iklim

Secara umum lingkungan tumbuh dengan tipe iklim A, B dan C
menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan curah hujan 2000-
3000 mm/tahun adalah sesuai untuk pembudidayaan tanaman
sambiloto.

Ketinggian tempat

Ketinggian tempat yang optimum bagi pertumbuhan dan
produksi sambiloto adalah dari daerah pantai sampai ketinggian 600 m
dpl. Tinggi tempat ini erat hubungannya dengan suhu yang juga
sangat berpengaruh terhadap berbagai proses fisiologik tanaman dan
akan mempengaruhi produksi sambiloto.

Intensitas cahaya

Selama pertumbuhan tanaman sambiloto menghendaki banyak
sinar matahari. Namun demikian tanaman ini masih tumbuh dan
berproduksi dengan baik pada kondisi ternaungi sampai 30%. Tetapi
jika budidaya dilakukan dengan kondisi naungan diatas 30%, mutu
simplisia sambiloto cenderung menurun.
Jenis tanah
Sambiloto mampu tumbuh hampir pada semua jenis tanah.
Pada habitat alamnya, sambiloto ditemui hutan-hutan pada kondisi
solum tanah yang dangkal. Namun demikian, untuk menghasilkan
produksi yang maksimal, diperlukan kondisi tanah yang subur, seperti Andosol dan Latosol.

BAHAN TANAMAN

Tanaman sambiloto umumnya diperbanyak secara generatif,
dengan menggunakan biji, meskipun dapat pula diperbanyak melalui
setek. Perbanyakan tanaman melalui biji harus memperhatikan
beberapa hal antara lain tingkat kemasakan biji.

PEMBENIHAN

Pembenihan dari biji, dilakukan dengan cara merendam biji
terlebih dahulu selama 24 jam dan kemudian dikeringkan sebelum
disemaikan. Perkecambahan akan terjadi 7 hari kemudian, yakni
setelah mempunyai 5 helai daun. Benih siap dipindahkan ke polibag
kecil dengan media tanam campuran dari tanah, pasir dan pupuk
kandang. Benih siap dipindah ke lapang setelah 21 hari.
Benih dapat pula diperoleh dari setek, yang diambil dari 3 ruas
pucuk tanaman yang sudah berumur 1 tahun. Benih setek siap ditanam
di lapangan setelah berumur 15 hari. Benih dari setek umumnya akan
lebih cepat berbunga dibandingkan benih dari biji.
Pada saat di persemaian, benih sebaiknya disiram 2 kali sehari,
yakni pagi dan sore hari dan tempat penyemaian harus cukup
naungannya.

BUDIDAYA

Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dilakukan agar diperoleh tanah yang gembur
dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah sedalam ± 30 cm.
Tanah hendaknya dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa
tanaman yang sukar lapuk.
Saluran drainase harus diperhatikan, terutama pada lahan yang
datar jangan sampai terjadi genangan (drainase kurang baik).
Pembuatan dan pemeliharaan drainase dimaksudkan untuk
menghindari berkembangnya penyakit tanaman.

Penanaman
Untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman yang maksimal,
jarak tanam yang dianjurkan adalah 40 x 50 cm, atau 30 x 40 cm,
disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah. Penanaman dapat
dilakukan pada bedengan maupun guludan, yang disesuaikan dengan
kondisi lahan.

Pemupukan

Pemupukan yang dianjurkan meliputi pupuk kandang, Urea,
SP-36 dan KCl. Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam.
Dosis pupuk kandang anjuran berkisar antara 10-20 ton/ha,
disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah. Pada tanah yang miskin
dan kurang gembur, dianjurkan untuk memberikan pupuk kandang
lebih banyak.
Dosis pupuk buatan yang dianjurkan adalah 100-200 kg Urea,
150 kg SP-36, 100-200 kg KCl per hektar. Pupuk SP-36 dan KCl
diberikan pada saat tanam, sedang Urea diberikan dua kali, yakni pada
umur 1 dan 2 bulan setelah tanam, masing-masing setengah dosis.

Pemeliharaan

Pemeliharaan perlu dilakukan agar tanaman dapat tumbuh
dengan baik. Penyiangan dilakukan seperlunya disesuaikan dengan
kondisi perkembangan gulma. Disamping itu, drainase perlu juga
dipelihara untuk menghindari terjadinya genangan air.
Pengendalian organisme pengganggu tanaman
Hama dan penyakit yang ditemukan menyerang pertanaman
sambiloto adalah Aphis spp dan Sclerotium sp. Sclerotium sp seringkali
menyerang sambiloto khususnya pada musim hujan, dan
menyebabkan tanaman layu. Penggunaan bubuk cengkeh atau eugenol
dapat mencegah penyebaran Sclerotium sp.

PANEN

Panen sebaiknya segera dilakukan sebelum tanaman berbunga,
yakni sekitar 2 - 3 bulan setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara
memangpangkas batang utama sekitar 10 cm diatas permukaan tanah.
Panen berikutnya dapat dilakukan 2 bulan setelah panen pertama.
Produksi sambiloto dapat mencapai 35 ton biomas segar per ha, atau
sekitar 3 - 3,5 ton simplisia per ha Biomas hasil panen dibersihkan,
daun dan batang kemudian dijemur pada suhu 40 - 50°C sampai kadar
air 10 %.
Penyimpanan ditempatkan dalam wadah tertutup sehingga
tingkat kekeringannya tetap terjaga.

MUTU SIMPLISIA

Berdasar Materia Media Indonesia (MMI), standar mutu
simplisia sambiloto adalah sebagai berikut :
1. Kadar abu : kurang dari 12%
2. Kadar abu tidak larut dalam asam : 2,2%
3. Kadar sari larut dalam air : lebih dari 6%
4. Kadar sari larut dalam alkoho : lebih dari 9,7%
5. Bahan organik asing : kurang dari 2%

Tidak ada komentar:

Posting Komentar